SEJARAH SD KATOLIK SANTA MARIA I MALANG
Pada tanggal 11 Oktober 1926, diawali dengan datangnya 7 suster pioner dari Belanda yang berlayar dengan kapal “PIETER CORNELISZOON HOOFT” dan berlabuh di Jakarta. Para suster tersebut merupakan misionaris pertama Suster Santa Perawan Maria, diantaranya adalah: Moeder M Oda sebagai pemimpin pertama, Sr. M. Arnolda, Sr. M. Rosario, Sr. M. Bernadetta, Sr. M. Agnesia, Sr. M. Emilliana dan Sr. M. Vincenta. Dari Jakarta ke-7 suster tersebut langsung menuju ke kota Probolinggo.
Probolinggo merupakan awal mulanya misi dan sebagai pusat Biara Suster Santa Perawan Maria. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Pater Clemens Van Der Pas, dengan harapan bahwa misi yang dimulai oleh para suster dapat tumbuh dan berkembang di bawah naungan berkat Tuhan, dan bukan hanya di Probolinggo saja, melainkan mencakup seluruh Jawa Timur. Selain itu kedatangan para suster tersebut juga disambut hangat oleh para warga dan pejabat pemerintahan kota Probolinggo. Dalam perkembangannya para suster tersebut juga membuka beberapa sekolahan di Jawa Timur, salah satunya yang dibuka di kota Malang pada tanggal 7 Juni 1933 dengan nama Hollands Chinese School (HCS), merupakan sekolah dasar Katolik untuk anak-anak Tionghoa dengan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Dalam perkembangan karyanya, pada bulan Juli 1939 dibangun komunitas baru yang pertama di Malang, tepatnya di Jl. Jagalan 15. Komunitas tersebut terdiri dari 5 orang suster, diantaranya: Sr. M. Urbana, Sr. M. Petra, Sr. Rudollphia, Sr. Angeligue Marie. Semua itu akan tampak menjadi harapan bagus bagi kota Malang, tetapi sayangnya Perang Dunia II pecah dan menyebabkan perkembangan misi di Malang menjadi terhalang
Hingga tahun 1941 karya misi yang telah dirintis diantaranya:
Jumlah stasi: 5 (Probolinggo, Jember, Lawang, Lumajang, Malang)
Jumlah sekolah: 15
Sekolah Dasar Eropa: 3
Sekolah HCS: 6
Sekolah HIS: 4
Sekolah lanjutan: 1
Kursus Lanjutan: 3
Asrama-asrama: 4
Sekolah Rakyat untuk Anak Jawa: 1
Dalam tahun-tahun setelah Perang Dunia, terasa sekali bahwa kekurangan sekolah. Agar dapat mengejar ketertinggalan, juga disebabkan kenyataan Indonesia telah merdeka dan mengusahakan agar Indonesia dapat meningkatkan pendidikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Setelah Perang Dunia, sekolah yang dimulai kembali oleh suster SPM di Malang terletak di bagian Kota Lama di Jl. Halmahera. Sekolah tersebut merupakan sekolah dasar besar, yang dilengkapi ruang bermain yang sudah dibangun sebelum Perang Dunia II. Sesudah perang para suster kembali lagi pada tugas semula di TK dan SD.
Dalam tahun-tahun pertama itu, mereka harus bersabar karena ruangan kelasnya terbatas serta jarak antara sekolah dan tempat tinggal para suster yang baru memakan waktu setengah jam perjalanan. Padahal mengadakan hubungan dengan wali murid sangatlah penting, berkaitan dengan perutusan untuk memperluas Kerajaan Allah. Di Kota Lama ini sudah pernah diawali dengan mendirikan sebuah paroki baru. Pada hari-hari minggu ruang bermain diubah menjadi gereja. Di luar waktu sekolah para suster dapat memberikan pelajaran agama / katekumen dan sebagainya. Karena itu harapan para pater, para suster bertempat tinggal di dekat sekolah. Rencana sudah dikemukakan sudah lama sebelumnya, tetapi baru dilaksanakan ketika 2 ruangan kelas yang letaknya berjauhan itu diubah menjadi rumah biara pada tanggal 1 Juli 1956. Para suster yaitu Sr. M.Ida, Sr. M. Bernardette Marie, Sr. Rudolphia dan Sr. Theodora Maria mulai menempatinya. Rumah biara ini adalah rumah biara pertama yang didirikan oleh Moeder Martha.
Dua tahun kemudian Sr. M. Plasida menjadi pimpinan di situ. Di bawah pimpinan Sr. M. Plasida, dan Sr. Bernardette M. (wakilnya), dua sekolah yang besar itu mengalami perubahan yang besar. Selalu ada saja yang dibangun dan diperbaiki. Barak-barak tua itu disulap menjadi bangunan dari batu. Sekarang orang dapat melihat bangunan persegi dengan 2 arah ke Barat dan ke Timur. Sebuah sekolah dasar dengan 19 kelas, SMP Puteri dengan 7 kelas dan sebuah biara yang terbuka dan tampak ramah. Di tengah-tengah semua itu ada tempat bermain yang diubah menjadi sebuah kapel. Bangunan yang hingga kini digunakan sebagai TK di Jalan Gandekan (sekarang berganti nama menjadi Jl. KH Wahid Hasyim), dalam tahun 1957 juga dapat dibeli, sehingga rumah biara ini untuk mudahnya disebut Malang II. Sedangkan untuk sekolah-sekolah TK, SD, SMP yang dahulu Hollands Chinese School (HCS) diberi nama baru yaitu Santa Maria I. Dan kini menjadi pusat kegiatan kerasulan.
Selama 85 tahun, SD Katolik Santa Maria I yang terletak di Jl. Halmahera 16 Malang, kini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam prestasi, fasilitas maupun SDM-nya.